REVIEW KISAH HORROR SEWU DINO


REVIEW KISAH HORROR SEWU DINO


Setelah cerita KKN di Desa Penari viral di twitter, aku kemudian kepo dengan cerita horror lainnya. Masih dengan akun twitter yang sama, @SimpleM81378523 kini aku habis baca cerita Sewu Dino. Kupikir ini cerita tentang seribu harinya orang meninggal atau apa yang terjadi pada orang yang sudah meninggal sebelum seribu harinya #soktahu etapi ternyata salah karena ternyata eh ternyata ini adalah cerita tentang santet dan melibatkan tentang orang-orang besar.

Bukan hal baru lagi sih kalau orang-orang besar itu punya dukun atau dibalik kesuksesannya ada mbah dukun yang bertindak. Pun mereka juga punya saingan yang bakalan saling membahayakan nyawa masing-masing. Cerita begini menurutku ada kok di mana-mana. Bukan Cuma di daerah yang diceritakan di kisah Sewu Dino, akan tetapi—mungkin—di sekeliling kita pun ada.

Oke, langsung saja ya writers, aku akan mereview Kisah horror Sewu Dino. Tapi sebelumnya, bisa baca reviewku yang KKN di Desa Penari.


Kalau ditanya horror-an mana antara Sewu Dino dan KKN di Desa Penari? Aku langsung jawab, Sewu Dino ini lebih horror dan lebih ngeri. Hmm, kalau film nih ya, KKN di Desa Penari ini kubandingkan sama Pengabdi Setan, tapi kalau Sewu Dino sih rivalnya Kuntilanak. Tapi Kuntilanak ini aku juga belum nonton filmnya karena takut, kalau baca bukunya sih sudah.


KKN di Desa Penari ini kan secara garis besar itu ceritanya tentang desa angker tapi anak-anak malah melanggar asusila. Beda ceritanya dengan Sewu Dino yang sampai bunuh-bunuhan dan mencari tumbal. Bukan Cuma ngeri tapi ceritanya juga, JAHAT! Di balik nama besar dan kesuksesan di dunia, ada jiwa-jiwa tak bersalah yang harus menjadi korban.



Cerita dimulai dari seorang gadis yang bernama Sri. Dia hidup bersama ayahnya. Sebagai seorang gadis yang hanya lulusan SD, Sri sempat bingung soal mencari kerja. Yah, hidup kan butuh duit… hahaha

Sri akhirnya melamar menjadi asisten rumah tangga. Sri ikut suatu agen gitulah. Terus suatu ketika dia mendapatkan panggilan, Sri seneng bangetlah.

Kala itu, banyak banget yang mau diwawancarai. Etapi… ada 3 orang sih yang lolos termasuk Sri. Dan anehnya, pertanyaannya itu adalah weton kelahiran. Di mana wetonnya Sri adalah Jumat Kliwon.

Kedua teman Sri yang lolos itu bernama Erna—kalau aku enggak lupa—dan Dini, yang ternyata punya weton Jumat Kliwon juga. Terus, kala itu gaji seorang PRT-lah yaaa berkisar 500 ribu akan tetapi, Sri dan kedua kawannya dibayar 5 juta loh. Lantas, kerjaan macam apa sih?

Ternyata oh ternyata, Sri dan kedua temannya dibawa ke hutan belantara. Di tengah hutan itu ada rumah gubuk yang dihuni Mbah Tamin—seorang dukun—dan juga Dela—gadis yang ternyata kena santet sewu dino.

Mau gaji berapapun, tapi kalau tinggal di tengah hutan kok ngeri banget ya? Apalagi bersama dukun dan gadis yang kena santet dan ditidurin di keranda. Terus… banyak bangetlah kejadian-kejadian ganjil hingga satu persatu kepingan puzzle itu bisa Sri rangkai. Mulai siapa Dela, siapa Mbah Karsa Atmaja—yang memperkerjakan Sri—terus siapa keluarga Kuncoro, siapa Mbah Tamin.

Kejadian ganjil masih tetap berlanjut, dan Sripun ikut dalam permainannya. Keberanian dan keingintahuan Sri yang sampai mengakibatkan Erna meninggal dan Dini kehilangan salah satu kupingnya. Tak sampai di situ saja, Sri dan Dini yang tetap bekerja di keluarga besar Karsa Atmaja tetap mengurus Dela tapi berganti tempat. Kejadian ganjil masih saja terjadi. Hingga akhirnya Sri tahu, hal apa di balik semua itu.

Ternyata, tumbal sewu dino yang menimpa Dela adalah ulah dari keluarga Atmaja sendiri. Di mana Mbah Tamin—dukun keluarga Atmaja—mempunyai 2 piaraan yang sebut saja jin, dan jin ini adalah lelaki dan perempuan. Lewat Sugik—sopir keluarga Kuncoro—yang kini menjadi sopir keluarga Atmaja, keluarga Atmaja mengirimkan santetnya. Jadi kayak mengubur boneka di pekarangan rumah keluarga Kuncoro—maaf lupa namanya aku. Sugik terpaksa melakukannya karena diancam. Dan dia… melihat keluarga Kkuncoro satu persatu meninggal, bahkan ada yang bunuh diri. Etapi, ada satu keluarga Kuncoro ada yang sakti, sehingga salah satu piaraan keluarga Atmaja ditangkap dan membalikkan santetnya.

Jadi…

Ada hikmah yang sebenarnya bisa kita ambil dari kisah Sewu Dino ini. Hampir semua orang-orang besar di Indonesia tuh sudah biasa dengan hal seperti ini. Aku sih tidak heran soal pesugihan dan santet seperti ini.

Buat pembelajaran buat kita semua saja, hidup cukup sewajarnya asalkan tenang dan pasrahkan saja semuanya ke Yang Maha Pemberi Hidup.

Sekian dan terima kasih 😊

REVIEW KKN DI DESA PENARI


REVIEW KKN DI DESA PENARI


Haloha writers, apa kabarnya? Selasa menggoda jangan lupa bahagia ngomongin cerita horror yuk 😊 kebetulan nih habis baca cerita yang lagi viral di twitter yaitu KKN di Desa Penari hingga aku beneran kepo di mana sih lokasinya? Hahaha…. Baca koment-koment di twitter maupun yang sudah review di yutub juga… dan… yasudahlah dijadikan cukup tahu aja yah 😊

Bdw, sebelum aku menulis reviewnya, aku sudah membaca dari sudut pandang Nur maupun Widya—tokoh yang ngalaminnya secara langsung. Menurut aku nih writers yang kadang demen nonton film horror, KKN di Desa Penari ini kalau dijadikan film pasti bakalan horror banget. Bisa jadi rivalnya Pengabdi Setan. Serius dech… etapi, meskipun horror, bakalan banyak hikmah yang bakal kita petik kok 😊


Sebagai seorang muslim, aku sih percaya kalau yang ghaib itu ada. Entah di balik cerita ini beneran atau malah fiksi, ya alam lain atau kehidupan lain itu ada. Sebagai seorang manusia yang ditakdirkan dengan kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya, kita harus saling menghargai dan menjunjung tinggi etika di manapun kita berada. Jangan ngelanggar larangan dan norma yah

Oke, langsung cuz Review KKN di Desa Penari aja ya writers 😊

Jadi writers, sebenarnya yang KKN di Desa Penari ini ada 14 orang yah, akan tetapi dalam cerita hanya diceritain 6 orang saja karena itu yang saling berkaitan. Mereka ini adalah Wahyu, Anton, Bima, Ayu, Nur dan Widya.

Cerita berawal saat Ayu dan kawan-kawannya tengah mencari tempat untuk KKN. Dengan bantuan kakaknya—Ilham—Ayu akhirnya mengajak Nur untuk observasi ke Desa Penari. Desa ini berada di ujung timur, letaknya di tengah hutan dan tidak bisa dilewati mobil. Jadi, jika ingin ke Desa Penari ini kita hanya bisa naik motor lewat jalan setapak. Itupun melewati hutan yah writers, dan jarak desa dari jalan raya itu sekitar 30 menitan lah.

Dengan diantarkan oleh Ilham, Ayu dan Nur pun berangkat ke Desa Penari. Dan dalam perjalanan, pas lampu merah, ada kakek-kakek pengemis. Beliau menatap Nur iba, menggeleng seolah memberi isyarat : jangan ke sana. Akan tetapi, Nur bisa apa?

Setelah sampai di pinggir hutan menuju Desa Penari, mobil yang ditumpangin Nur, Ayu dan Ilham ini berhenti. Sudah ada segerombolan warga yang menjemputnya. Dan di tengah perjalanan… sesuatu yang ganjil sudah terjadi dengan Nur. Nur yang jebolan pondok ini bisa melihat sesuatu yang ghaib writers. Di tengah hutan, dia mendengar suara gamelan, terus dia juga melihat seorang wanita cantik yang tengah menari di tengah hutan. Dan hanya Nur sih yang bisa ngelihatnya.

Akhirnya, Ilham, Ayu dan Nur pun sampai di Desa Penari. Pak Kepala Desa, Pak Prabu yang juga teman Ilham menyambutnya hangat. Dan sebenarnya Pak Prabu ini menolak keinginan Ayu yang ingin KKN di Desa Penari ini. Tapi… Ayu ngotot sampai nangis-nangis dan janji enggak bakalan berbuat yang enggak-enggak. Enggak enak sama si Ilham, akhirnya Pak Prbau menyetujuinya.

Setelah disetujui, Ayu dan Nur sempat keliling desa gitu deh. Mau melihat tempat-tempat yang bakalan dijadikan prokernya. Di dekat makam, ada sebuah batu besar tertutup kain hitam dan merah, ada sesajennya, di situlah Nur melihat sesuatu yang dia sebut genderuwo. Tapi, Nur hanya diam saja. Makhluk itu seolah enggak suka sama Nur gitu deh… lagi dan lagi,  Nur bisa apa?

Nur, Ayu dan Ilhampun akhirnya pulang. Di sepanjang perjalanan, Nur terus berpikir. Sebenarnya dia ragu, haruskah berlanjut nekat KKN di sana? Tapi… Ayu ngotot bahkan dia menyuruh Nur agar mengajak Bima. Secara, Bima dan Nur itu teman sepondokan dulu.

Okelah… singkat cerita, Nur, Ayu, Widya, Bima, Wahyu dan Anton pergi ke Desa Penari untuk KKN. Sebelumnya, ibunya Widya sih sudah melarang Widya buat enggak KKN di desa itu. Namanya firasat ibu kan ya? Sudah enggak baik duluan. Pun dengan Nur. Dan sewaktu dalam perjalanan, kakek-kakek pengemis itu kembali menggedor-gedor kaca mobil elf yang ditumpangi Nur CS. Masih dengan misi yang sama : jangan dilanjutkan.

Sesampainya di pinggir hutan, Ayu CS sudah ditunggu oleh para warga. Dan lagi… Nur kembali mendengar suara gamelan itu. Pun dengan Widya. Parahnya lagi, perjalanan yang sebenarnya Cuma 30 menit itu terasa sejam lebih buat Widya. Terus, Nur yang bisa melihat alam lain juga merasa diikuti oleh genderuwo itu.

Singkat cerita aja, hal-hal ganjil mulai terjadi satu persatu. Di mulai sewaktu Pak Prabu mengantar anak-anak KKN untuk keliling desa. Makam di desa itu, batu nisannya ditutupi oleh kain hitam. Terus, ada pula tempat yang benar-benar dilarang agar tidak dijamah. Dan tempat itu dibatasi dengan kain merah dan hitam. Terus… ada kejadian ganjil pula sewaktu Widya dan Nur mandi di Sinden—penulis menyebutnya Sinden, mungkin yang dimaksud adalah sendang). Kala itu Nur duluan yang mandi, saat mandi Nur merasa diikuti genderuwo itu, terus dia juga mendengar seorang tengah berkidung. Dan sebaliknya, Widya yang menunggunya di luar juga mendengar Nur tengah berkidung. Terus saat Widya mandi, dia merasa ada yang mengikuti juga. Pokoknya, banyak hal-hal ganjil terjadi hingga akhirnya Nur memberanikan diri ke rumah Pak Prabu di mana di situ ada mbah-mbah tua yang dipanggil Mbah Buyut. Nur bercerita tentang semua hal ganjil yang terjadi padanya dan ternyata… ada yang menjaga Nur. Seorang nenek-nenek yang konon katanya neneknya Nur, dan penunggu desa itu tidak menyukainya. Akan tetapi, penjaga Nur tidak bisa dilepaskan karena sudah digembok dengan Nur, karena jika lepas, Nur yang akan meninggal. Dan salah satu cara agar Nur tidak diganggu sewaktu KKN ya melepaskan penjaga Nur tapi tidak jauh dari Nur.

Hal ganjil yang terjadi adalah Widya yang tiba-tiba menari di pelataran rumah warga yang ditumpanginya. Yang konon katanya, Widya diikuti oleh seorang penari dan memang menginginkan Widya. Dan kata Mbah Buyut, jangan sampai Widya dibiarkan sendirian.

Terus hal ganjil yang terjadi pada Bima adalah Bima yang diam-diam sering keluar malam, pulang membawa sesajen dan menaruh foto Widya di atas sesajennya. Wahyu dan Anton juga sering melihat Bima onani. Anehnya, Wahyu dan Anton sering mendengar Bima tengah tertawa-tawa, tersenyum-senyum sendiri dan di kamarnya kadang ada suara wanita.

Tapi… ada hal ganjil yang paling mengerikan itu sewaktu Wahyu dan Widya pergi ke kota untuk membeli beberapa perlengkapan proker. Sebelumnya, Pak Prabu sudah mewanti-wanti agar Wahyu dan Widya jangan pulang sampai hari gelap. Tapi mereka melarangnya. Bahkan, saat Wahyu dan Widya beli cilok, pedagang cilok juga sudah mewanti-wanti agar segera kembali kalau enggak ya cari penginapan. Tapi Wahyu dan Widya ngotot ingin kembali, penjual cilokpun berpesan agar mereka mengabaikan apa yang terjadi di sepanjang jalan. Jangan tergoda.

Tapi sialnya, motor yang dinaiki Wahyu dan Widya malah mogok di tengah hutan. Wahyu dan Widya tahu, tidak ada desa lain selain desa penari, tapi anehnya di perjalanan dia melihat keramaian, suara gamelan dan penari. Wahyu dan Widya diajak mampir, motor mereka diperbaiki. Wahyu dan Widya dijamu sampil menonton penari. Bahkan, dia diberi oleh-oleh. Dan sampai di pondokan…. Oleh-oleh yang tadi dilihat Wahyu adalah makanan ternyata adalah kepala monyet dengan darah yang masih segar…. #ngeri

Masih banyak hal ganjil terjadi lainnya, seperti Widya yang meminum air yang ternyata ada rambutnya. Terus Widya yang melihat Nur marah-marah dan ternyata jelmaan dari yang menjaga Nur. Widya yang menghilang dan pergi ke Sinden larangan—oh ya, Sinden/Sendangnya ini ada 2 ya writers, di mana yang satunya itu bisa digunakan untuk mandi dan dulu sih digunakan para penari untuk mandi sebelum tampil dan ada satu sinden yang tidak boleh dijamah tadi. Widya yang melihat Ayu menangis sambal menari, Widya juga melihat Bima bersama ular-ular. Ngeri bangetlah pokoknya.

Hingga cerita berakhir dengan Ayu yang melotot seperti mayat hidup dan Bima yang kejang-kejang terus akhirnya meninggal. Disusul 3 bulan kemudian Ayu juga meninggal setelah berobat ke mana-mana tapi tak kunjung pulih.

Dan ternyata, kunci di balik semua itu ada pada Ayu dan Bima. Bima yang berniat mau memelet Widya. Bima dan Ayu yang menyimpan mahkota dan selendang sang penari. Terus, Bima dan Ayu yang telah berbuat mesum di Sinden yang terlarang. Duh…

Dan ternyata… sebenarnya Widya dan Nurlah yang selama ini diincar. Tetapi Nur ada yang menjaganya dan malah salah sasaran. Oh ya, Widya dan Nur yang diincar karena mereka masih perawan.

Jadi writers, di desa penari ini kalau ada perawan atau perjaka yang sudah akil baligh memang sering digoda lelembut gitu. Bahkan anak-anak di desa itu kalau sudah akil baligh malah disuruh merantau atau pergi jauh dari desa gitu. Dan sebenarnya, di dekat desa itu ada desa lelembut gitu, ya kayak desa ghoiblah ya.

Pesan yang dapat kita ambil dari cerita ini tuh banyak, diantaranya :
1.    Jaga etika di manapun kita berada, apalagi di tempat yang baru karena kita tidak pernah tahu sejarahnya kayak apa
2.    Ikuti aturan. Kalau dilarang ya jangan melanggar
3.    Plis deh… jaga nafsunya. Apalagi berbuat mesum dan berhubungan badan di sembarang tempat. Belum nikah lagi. Bukan Cuma di agama saja yang dilarang, tapi itu juga melanggar norma (Baca : Review Dua Garis Biru)
4.    Sempat lupa cerita, Bima ini kan lulusan pondok dan covernya religious. Cover religious bukan jaminan yah, wong dia bisa tuh berbuat mesum di tempat terlarang apalagi sampai niat hati memelet Widya
5.    Jangan ambil jalan pintas. Melet? Duh, cinta sih cinta, tapi jangan syirik yah 😊
6.    Firasat seorang ibu itu banyak benarnya. Jangan disepelekan apalagi bilang : argh, Cuma perasan…
7.    Setiap perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya
8.    Ghoib itu ada. Jin itu ada. Ada yang baik dan ada yang jahat. Jadi… lebih baik saling menghormati saja

Oh ya, writers yang penasaran bisa deh langsung baca di twitter @SimpleM81378523 atau cari di yutub soal desa penari ini.

Saranku, bacanya siang aja kalau writers agak penakut. Aku baca siang aja bisa merinding kok… hehehe… lumayan horror sih. Dan kalau dijadiin film, pengen nonton… hahaha 😊 gimana kalau writers semuanya? Oh ya, yang sudah baca, yuk ah ngobrolin di kolom komentar… pendapat writers semua tentang KKN di Desa Penari ini apa?



CURHAT GALAU : INSTO DRY EYES SANG PENYELAMAT KETIKA MATA KERING AKIBAT BANYAK BACA


CURHAT GALAU : INSTO DRY EYES SANG PENYELAMAT KETIKA MATA KERING AKIBAT BANYAK BACA

Pengen jadi penulis? Ya jangan malas membaca. Bahkan sering dengar pepatah, kalua mau jadi penulis yang baik, maka jadilah pembaca yang baik. Kurang lebihnya begitu.


CURHAT GALAU : INSTO DRY EYES SANG PENYELAMAT KETIKA MATA KERING AKIBAT BANYAK BACA. Makanya nih writers, kali ini aku enggak berpuisi maupun bercerpen ria dulu, melainkan mau curhat galau. Galau karena akutuh lagi doyan banget baca dan tengah berjuang mengkhatamkan Bumi Manusia sebelum nonton filmnya. Etapi, semangat mendadak luntur lantaran… mataku kering dan aku ngerasa keganggu banget.


Memangnya, gimana sih gejala mata kering itu? Kok bisa mengganggu? Separah apakah mata kering itu?

Yabisalah ya, secara mata bakalan terasa perih, sepet, pegel, sensitive pada cahaya, pandangan jadi kabur dan mata jadi kemerahan gitu. Dalam kondisi yang seperti itu, membaca jadi enggak nyaman padahal lagi asyik-asyiknya. Terus penampilan juga kurang oke kalau mata kemerahan.


Kondisi mata kering ini benar-benar bikin aku galau, karena mata kering ini bikin mata perih, mata sepet, mata pegel dan mata lelah juga. Awalnya sih aku abaikan, lama-lama ya keganggu banget. Toh aku enggak pernah tahu kalau banyak baca kok bisa bikin mata jadi kering. Kupikir yang bikin mata kering tuh Cuma kebanyakan berada di depan computer atau kebanyakan main hape, terus berada di luar ruangan sementara cahaya terik, eh tak tahunya terlalu lama membaca juga bisa bikin mata kering. Nah loh…

Kok bisa ya kebanyakan baca bisa bikin mata kering? Penjelasannya?

Ya bisa! Ternyata kebanyakan membaca atau terlalu lama membaca itu bisa menyebabkan sindrom mata kering yang menyebabkan mata jadi perih, sepet, pegel dan jadi kemerahan. Hal ini terjadi lantaran saat kita focus membaca, jumlah kedipan mata akan berkurang 1/3 apabila dibandingkan saat kita beraktivitas secara normal. Makanya, kalaupun lagi asyik membaca, usahakan sering-sering berkedip agar mata terlapisi oleh kelendir air mata. Hal ini tuh untuk mencegah terjadinya penguapan air mata yang menyebabkan mata kering.



Terus, kalau terlanjur mengalami mata kering, apa solusinya? Bisa diobati kan?

Pernah dengar enggak : Tidaklah Allah Menurunkan Penyakit Kecuali Dia Juga Menurunkan Penawarnya. Jadi, mata kering ini juga ada obatnya. Toh kondisi mata kering ini lantaran mata lelah karena kurang berkedip. Bukan penyakit parah tapi ya kalau diabaikan sih lama-lama mengganggu. Mengganggu banget malah.

Solusinya?

Kalau aku sih punya pahlawan kesiangan soal kondisi mata kering ini. Yaitu… InstoDry Eyes. Insto Dry Eyes ini adalah obat tetes mata untuk mengatasi mata kering. Kalau mataku sudah terasa perih, sepet, pegel dan lelah gitu aku langsung deh mencari Insto Dry Eyes ini.



Sedikit cerita yah, aku kenal Insto Dry Eyes ini lantaran almarhum nenekku selalu sedia sama Insto Dry Eyes. Padahal nenekku itu katarak tapi enggak berani dioperasi, eh malah ditetesin mulu sama Insto Dry Eyes ini. Menurut Beliau, habis ditetesin terus mata jadi seger. Hiks… dan suatu ketika, aku mengalami mata kering, kupikir aku belekan apa ya? Kuminta aja Insto Dry Eyes milik nenekku, eh ya mata jadi lebih seger gitu. Dan semenjak saat itu, aku selalu sedia Insto Dry Eyes. Akan tetapi, Insto Dry Eyes ini enggak bisa loh dipakai sehari-hari. #jangankayaknenekku. Aku pakai Insto Dry Eyes ini pas mengalami mata kering doang.

Nah buat writers yang hobi baca dan hobi nulis terus terlalu lama di depan computer, aku saranin selalu sedia Insto Dry Eyes ini. Toh harganya terjangkau, enggak nyampai 20 ribu dan bisa didapetin di apotek terdekat atau minimarket terdekat.

Mau doyan baca? Mau doyan nulis? Bye mata kering… J




SEPERTI PADA UMUMNYA


SEPERTI PADA UMUMNYA 




Pada umumnya,

Mereka menyebutku cinta

Meski pada nyatanya

Aku hanyalah sebuah cerita tentang luka



Mungkin, engkau lupa

Tak selama tentang cinta

Adalah tentang bahagia

Karna terkadang, cinta adalah duka

Duka yang menyisakan lara

Lara yang berakhir, luka…



Pada umumnya,

Meski tidak pada nyatanya

Aku yang kausebut wanita

Hanyalah sebuah umpama, yang tak sempurna



Ingin aku berkata

Bercerita seperti pada umumnya

Tapi nyatanya,

Bibir terasa kelu, aku tak bias



Seperti pada umumnya

Aku adalah cinta

Meski pada nyatanya

Aku hanyalah sebuah luka

SENJA DI KOTA JOGJA


SENJA DI KOTA JOGJA

Senja di kota Jogja
Berikan aku cerita
Tentang dirinya...
Aku pernah jatuh cinta
Pada dia yang tlah berdua

Senja di kota Jogja
Menyimpan satu rahasia
Pada hati yang mendua
Pada hati yang tak terjaga

Senja di kota Jogja
Sejarah aku dan dia
Kan selalu abadi dalam jiwa
Meski raga tak lagi bersama

Senja di kota Jogja
Sejarah aku dan dia
Cukupkan jadi rahasia kita
Pada cinta yang tanamkan luka
Pada mereka...
Cinta yang tak bisa kusetia


By : Witri Prasetyo Aji
16 Juli 2019

REVIEW NOVEL METROPOP : LOVE BITES


REVIEW NOVEL METROPOP : LOVE BITES

Review Novel Metropop Love Bites. Sebenarnya ini novel sudah lama, teritan tahun 2014. Tapi aku beli dan bacanya belum lama, itupun berkat berburu diskon. Hehehe...#maafkan.

Awalnya aku suka ini novel itu dari covernya. Kok gambar sepatu cowok sama cewek sih? Terus aku baca blurb-nya, menarik banget nih soal rumah tangga. Apalagi aku dan suami juga sempatlah ada sedikit ´‘keributan‘ jadi kayak semakin menarik untuk kupinang dibawa pulang.




Vania :
´´ Percayalah, kalau diizinkan memilih, aku ingin menghabiskan sepanjang hariku di sofa, menonton DVD komedi keluarga Modern Family sambil menikmati sundae dan bercengkerama dengan Cherish. Sayangnya...´´

Ivan :
´´ Ini bukan tentang gue mengerti atau tidak soal pekerjaannya, tapi tentang bagaimana seorang suami menjadi sandaran bagi isterinya yang butuh pendengar. Gue ingin bisa diandalkan olehnya.´´

Apa yang terbayang saat mendengar fenomena Alpha Wife dan Beta Husband? Tentang bagaimana pernikahan diusahakan ketika terjadi pertukaran peran antarasuami dan isteri. Tentang dominasi isteri—dari segi finansial dan pengambilan keputusan—dan peran baru laki-laki sebagai stay-at-home husband.

In fact, love is not that blind. It even bites!

Membaca novel ini tuh serasa menyelami kehidupan nyata. Kehidupan Ivan dan Vania seolah benar-benar adanya. Dan ya memang ada. Tentang pernikahan dua orang yang karakternya bertolak belakang, terus pergantian peran yang seorang isteri malah jadi tulang punggung keluarga ini benar-benar ada di sekeliling kita. Bisa jadi juga kita ´pernah´mengalami dari fase ini.

Yang namanya kehidupan rumah tangga itu kan ujiannya beda-beda. Termasuk soal ekonomi dan gaya hidup. Akan tetapi, bagaimana kalau rejekinya banyak di ceweknya? Bukankah seharusnya yang jadi tulang punggungitu si suami? Lantas, kalau suaminya yang jadi bapak rumah tangga, apakah rumah tangga itu akan tetap baik-baik saja?




Love Bites ini ngajarin gimana seharusnya kita menerima perbedaan. Mengingatkan juga kalau kunci dalam sebuah rumah tangga itu adalah komunikasi. Di mana komunikasi ini ada kejujuran dan kepercayaan. Gimana kita jadi pasangan juga harus mengakui kelebihan pasangan dan kekurangan diri sendiri. Jangan gengsilah ya, terus ketemu yang nyaman kok malah... Aku sempat emosi loh pas Ivan dekat sama Cita—guru Tknya Cherish, anaknya Ivan dan Vania. Emosi aku langsung naik pas Cita bilang : kamu pantas dapetin yang lebih baik, Van!

Inginku teriak, woy Vania itu isteri sahnya Ivan. Lo enggak tahu apa yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Kalau Vania selama ini sibuk kerja, bukan berarti kalau Vania ini egois. Lagian, apa ada sih perempuan lebih baik kok mau ngerebut suami orang. Sungguh aku ingin misuh semisuh-misuhnya... hahahaha.

Jadi gini loh cerita nih novel—maafkan kalau ceritaku loncat-loncat :

Vania dan Ivan itu adalah sepasang suami isteri. Mereka pacaran sedari kuliah. Vania ini anak yang cantik dan terkenal pinter. Sementara Ivan? Ibunya itu dosennya Vania. Ivan ini anak sastra.



Sosok Vania dan Ivan itu beda banget. Vania cenderung perfeksionis. Sementara Ivan? Tahulah anak seni bagaimana. Akan tetapi, cinta bisa menyatukan perbedaan di antara mereka hingga ke jenjang pernikahan. Meskipun sebelum menikah, pihak keluarga masing-masing sudah mengingatkan. Ya secara mereka itu sosok yang berbeda.

Dan setelah menikah, Vania yang menjadi tulang punggung keluarga. Kariernya bagus. Bahkan dari kantor tempat dia bekerja saja Vania mendapatkan fasilitas mobil dan apartemen. Sementara Ivan? Dia menjadi seorang penulis. Dan bisa dibayangkan kan pendapatan penulis itu berapa? Untuk gayahidup Vania yang serba ´wah´ya mana mungkin cukup. Akhirnya, Vania ya harus tetap bekerja sementara Ivan dengan pekerjaannya sebagai seorang penulis dan mengurus anak dan rumah.

Yang aku suka dari sosok Vania itu dia mau menerima Ivan apa adanya. Bahkan Vania juga membelikan Ivan mobil untuk antar jemput Cherish, berulang kali pula memberi Ivan modal untuk membangun usahanya meskipun pada akhirnya gagal. Vania enggak pernah protes.

Sementara di kantor, ada Hara. Cowok yang sebenarnya selama ini naksir Vania. Soal  hubungan Vania dan Hara tidak diceritakan detail sih, hnya bercerita soal Hara yang suka Vania tapi Vania tak menanggapinya.

Suatu hari, Vania naik jabatan. Dari kantormendapatkan fasilitas apartemen mewah yang dekat dengan kantor. Sementara Ivan dan Cherish tidak bisa ikut pindah ke apartemen baru Vania lantaran sekolah Cherish dekat dengan apartemen lamanya. Karena selama ini Cherish sudah punya teman akrab dan dia sendiri pula yang memilih sekolahnya. Padahal hlo, Vania sudah memilih sekolah elite buat Cherish. Demi kebahagiaan Cherish ya Vania yang ngalah, Vania akhirnya tinggal di apartement barunya seorang diri. Pulang hanya weekend saja. Bisa dibayangkan, sebuah keluarga, tinggal dalam satu kota tapi berkumpul hanya di akhir pekan saja. Bisa dibilang kalau Vania itu gila kerja dan mengutamakan materi. Iya, di sisi ini aku kurang suka dengan sosok Vania.




Terus, suatu hari Ivan dapat undangan reuni. Teman-temannya tahu tentang Vania dan kariernya. Ivan jadi bahan bully-anlah. Naluri lelakinya kayak enggak terima dan dia gengsi. Terus seorang kawan lamanya yang bernama Ogie ngajakin Ivan berbisnis. Membangun toko buku. Awalnya Ivan sih ragu, lama-lama mengiyakan dan Ivan enggak bilang dulu ke Vania. Niatnya sih ntar ngasih kejutan buat Vania. Malulah kan selama ini tiap membangun bisnis tapi gagal mulu. Dan yang lebih keterlaluan lagi, Ivan sampai menjual mobil yang Vania belikan untuknya.

Vania sibuk dengan pekerjaannya dan Ivan sibuk membangun bisnisnya. Apalagi mereka tidak satu rumah. Namanya Cita, guru TK Cherish yang awalnya Cuma jadi teman curhat Ivan tapi lama-lama menaruh rasa sama Ivan. Sok menggantikan peran Vania. Bahkan Citajuga memegang kunci apartement Ivan. Secara tidak langsung, bisa dibilang Ivan telah menduakan Vania.


Masalah demi masalah datang. Tentang ketidakjujuran Ivan. Tentang Ivan yang ternyata tertipu oleh Ogie. Dan tentang Cita yang akhirnya tak diceritakan secara detail.

Yang bikin aku kecewa adalah, Vania dan Ivan berakhir dengan perceraian. Vania tidak bisa maafin Ivan padahal Ivan masih sayang banget sama Vania. Cinta mereka tak kuat untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

Yups, Love Bites! Mengajarkan tentang pernikahan yang tak pernah mudah untuk dijalani. Apa yang terjadi dalam pernikahan itu ya hanya sepasang suami isteri itu yang tahu. Sementara soal orang ketiga? Menurut aku tidak ada yang namanya orang ketiga itu baik-baik. Kecuali kalau udah benar-benar pisah, beda dong ceritanya. Heheh 🙂

Sampai jumpa di review berikutnya...

Instagram : @galery.witri



CINTA NON KOMERSIL

CINTA NON KOMERSIL
By : Witri Prasetyo Aji

            “Vi, tahu nggak, hari ini Edo ngajak gue nonton. Pokoknya, hari ini tuh gue seennengg banget,” cerita Clara kepadaku dengan wajah berseri-seri. Senyuman hampir tak pernah terlepas dari bibir manisnya itu.
            Aku hanya mampu tersenyum getir melihat kebahagiaan Clara dan tetap setia mendengarkan penuturannya yang sebenarnya membuatku merasa iri. Bagaimana tidak? Jadi Clara tuh beruntung banget, sudah anaknya cantik, manis, pinter, anak orang kaya pula. Selain itu, Clara juga punya pacar Edo yang cakep dan kaya. Sering nonton bareng, jalan-jalan, hang out, dan sering diberi kejutan-kejutan pula. Beda banget dengan aku. Walaupun aku tak kalah cantiknya dengan Clara, tapi aku tak seberuntung Clara yang mendapatkan pangeran cakep nan kaya macam si Edo.
            Pacarku bernama Ryan, memang tidak sekaya Edo, namun Ryan cukup memberikanku perhatian lebih dari yang Edo berikan ke Clara. Ryan itu  anaknya biasa saja, dari keluarga sederhana pula, pacaran kami pun tak ada romantis-romantisnya. Ryan tidak pernah mengajakku nonton, makan bareng apalagi membelikanku kejutan-kejutan kecil seperti Edo. Ya, aku bisa mengerti itu. Buat bayar SPP saja sering ngadat, apalagi buat membelikanku kejutan-kejutan berupa barang.
            Pernah aku minta sesuatu ke Ryan, namun dia malah ngatain aku cewek matre dan membanding-bandingkan aku dengan Rena—mantan pacarnya. Dan setelah itu, aku sama sekali tak berani meminta apapun pada Ryan. Bahkan, saat jalan bareng pun aku juga tak pernah meminta dibeliin makanan olehnya walaupun saat itu aku sedang lapar. Aku cukup trauma dibilang cewek matre oleh pacarku sendiri. Padahal waktu itu aku hanya minta Ryan untuk membelikanku sebuah novel.
            “Woi, kok bengong sih?” gertak Clara mengagetkanku. Lamunanku membuyar. Aku pun kembali terdampar dalam dunia nyata.
            “Eh, oh, eh,” jawabku gelagapan. Aku jadi salah tingkah sendiri.
            “Lo kenapa sih, Vi? Akhir-akhir ini gue perhatiin lo tuh sering banget ngelamun?” tanya Clara padaku sembari menyeruput jus alpukatnya.
Aku juga menyeruput jus apelku yang sedari tadi aku anggurin lantaran melamun tentang kepelitan Ryan padaku.
“Nggak apa-apa kok, Ra. Mungkin gue sedikit kecapekan aja,” bohongku.
Walaupun Clara sahabat karibku, aku tak mungkin bercerita padanya tentang gaya pacaranku dengan Ryan. Aku nggak mau kalau pacarku akan dikatain cowok nggak modal. Walau bagaimanapun juga, Ryan itu adalah cowok yang aku cintai. Mana mungkin hatiku bisa menerima seandainya ada yang menghinanya. Yah, walaupun pada kenyataannya Ryan memang sedikit keterlaluan, dia begitu berbeda dengan yang lainnya. Yang jelas, Ryan terlalu perhitungan perihal pengeluaran.
“Oh, ya Vi, gimana kalo ntar kita nonton bareng? Double date gitu?” usul Clara yang sebenarnya lumayan menarik untuk dijalani.
Aku mengerutkan keningku. Rasanya itu mustahil. Ryan mana mau menghambur-hamburkan uangnya hanya buat nonton. Bisa-bisa dia malah menceramahiku dan mungkin akan bilang... aku matre.
“Kayaknya gue nggak bisa deh, Ra. Tadi Mama nyuruh gue cepet-cepet pulang kalo nggak ada kuliah,” alasanku yang berusaha menyelamatkan diri dari ajakan Clara.
Clara menampakkan wajah cemberutnya. Bibirnya manyun. Sepertinya kecewa, begitu juga dengan aku. Tapi, ya sudahlah. Aku tak berani mengambil resiko, aku sedang malas berdebat dengan Ryan.
“Yah, sayang sekali.padahal hari ini tuh ada film horor terbaru, gue yakin lo pasti suka,” celoteh Clara yang semakin membuatku merasa iri.
Aku hanya mampu tersenyum getir, menyembunyikan kekecewaanku.
“Lain kali kan masih ada waktu, Ra,” ucapku menghibur.
Clara hanya manggut-manggut dan kembali menyeruput jus alpukatnya.
*****
            Malam minggu. Aku selalu menghabiskan malam mingguku di rumah. Walaupun Ryan kerap sekali datang ngapel, namun sekalipun Ryan belum pernah mengajakku malam mingguan di luar. Katanya, malam minggu di rumah lebih aman, malah bisa lebih dekat dengan kelurgaku. Dan juga, udara malam itu nggak baik buat kesehatan, dan bla bla bla. Ryan selalu mempunyai sejuta aalsan untuk tidak mengajakku malam minggu di luar.
            “Kog Cuma diem aja sih, Vi?” tanya Ryan kepadaku.
            “Nggak apa-apa kog,” jawabku datar. Sebenarnya aku ingin sekali mengungkapkan keinginanku, aku ingin pacaran yang wajar, seperti teman-temanku yang lainnya. Setidaknya, ada jalan-jalan, dinner, lunch, nonton, kado-kado kecil atau apalah. Sementara aku dan Ryan? Sama sekali nothing special, monoton dan membosankan. Pacaran selalu di rumah dan ditemani buku-buku kuliah serta rancangan masa depan yang menurutku belum waktunya untuk aku pikirkan.
            “Vi, kalo ada masalah tuh cerita, jangan dipendem sendiri,” ujarnya menasehatiku.
            Aku menyunggingkan senyum keterpaksaan. Mudah sekali Ryan berbicara seperti itu. Apa dia tak menyadari bagaimana dirinya selama ini menjadi pacarku? Kenapa Ryan sama sekali tak memikirkan tentang perasaan aku, hati aku? Kenapa dia sama sekali tidak peka, sih?
            Aku hanya terdiam. Rasanya masih malas untuk berkeluh kesah pada Ryan. Aku sudah bosan mendengarkan ceramah-ceramah Ryan yang terlalu berlebihan itu. Lebay.
            “Vi, aku ini pacar kamu, kenapa kamu nggak mau cerita ke aku?” tanyanya lagi.
            Aku menarik nafas berat. Menatap Ryan lekat-lekat. Wajah polosnya itu membuatku tak tega untuk menuntut lebih dari apa yang Ryan berikan kepadaku selama ini. Bahkan, dari sinar matanya aku mampu melihat ketulusannya yang tak pernah orang lain pancarkan.
            Apa aku salah, jika aku ingin pacaran seperti yang lainnya? Batinku menjerit di ambang dilema. Antara kejujuran atau aku harus menahan egoku.
            Aku menunduk. Air mataku menetes.
            “Kok malah nangis sih, Vi?” tanya Ryan yang mendekat ke arahku. Tangannya yang lembut mengusap pipiku yang basah karena air mata.
            Tangisku semakin terisak. Ryan lalu menarik tubuhku ke dalam pelukannya.“Diam dong Sayang, jangan nagis. Ntar diketawain bintang-bintang loh,” hibur Ryan padaku. Nada bicaranya terdengar lembut dan menyejukkan hati.
            Aku menyandarkan kepalaku di dadanya. Menikmati pelukan Ryan yang cukup menghangatkan. Sementara egoku masih tetap bergejolak dalam hatiku. Anganku menerawang ke Clara yang tengah nonton dengan Edo. Pasti sehabis nonton, Edo akan mengajaknya dinner atau siap membelikan barang-barang mewah yang tak pernah Ryan berikan padaku.
            “Sayang, ada bintang jatuh tuh. Cepet make a wish,” ucap Ryan sembari menunjuk ke langit dan membuyarkan lamunanku tentang Clara dan Edo.
            Aku menutup mataku. Menginginkan kalau Ryan mau berubah seperti cowok-cowok yang lainnya. Setidaknya mau menyisihkan sedikit uangnya untuk modal pacaran kami agar tak monoton seperti ini. Hmm, malam minggu selalu dihabiskan di pelataran rumahku sembari melihat bintang, benar-benar membosankan.
            “Sayang, semoga kita berjodoh, ya? Aku nggak mau kehilangan kamu, aku pengen kamu nanti jadi isteri aku,” ucap Ryan yang membuatku tersentak. Seserius itukah dia padaku?
            Aku hanya tersenyum.
            Dalam hatiku rasanya ingn menolak ucapan Ryan. Membayangkan bagaimana menata kehidupan bersama cowok perhitungan seperti Ryan. Bisa-bisa sebulan diajak puasa. Ah, tidak! Aku dan Ryan masih terlalu dini untuk berpikir ke arah itu.
*****
            Aku mendekat ke arah Clara yang tengah mengaduk makanannya. Wajahnya terlihat murung dan kelam. Aku tak lagi melihat wajah sumringah yang biasa terpancar dari Clara.
            “Lo kenapa, Ra? Ada masalah?” berondongku ingin tahu.
            Clara hanya terdiam. Dia masih mengaduk makanan yang sudah dipesannya oleh Mbok Min—ibu kantin. Hingga beberapa menit kemudian, Clara masih terdiam, namun dia segera memelukku ditemani airmata yang tumpah dari pelupuk matanya. Aku semakin bingung dibuatnya.  What happen? Pekikku dalam hati.
            Untuk beberapa saat, aku membiarkan Clara berteduh dalam pelukanku. Aku memang belum tahu dengan apa yang tengah menimpa Clara, tapi aku tahu kalau Clara sangat terpukul.
            Perlahan Clara melepaskan pelukannya. Dia lalu mengusap airmata yang tengah membasahi wajahnya. Dan Clara mulai sedikit tenang.
            “Clara, ada apa? Cerita dong,” bujukku penuh rasa penasaran.
            Clara hanya terdiam. Sepertinya dia butuh waktu untuk mengungkapkan apa yang tengah menimpanya. Sebagai sahabat, aku cukup sabar menanti Clara membagi cerintanya.
            “Gue putus ma Edo,” ucap Clara singkat. Bagai petir di siang bolong, aku tak percaya dengan apa yang diucapkan Clara. Mungkin ini semua haya lelucon belaka yang sengaja Clara ciptakan.
            “Hahahahhahah,” tawaku penuh rasa tak percaya.
            “Braakkkk!!” Clara mengertak meja dan membuatku menghentikan tawaku. Hingga beberapa pasang mata sempat melirik ke arahku dan Clara. “Gue serius, Vi!” ucap Clara setengah membentak.
            Beberapa detik kami dalam keheningan. Aku merasa bersalah karena telah menertawakan Clara.
            “Edo itu ternyata playboy. Dia pikir, dengan uang semua akan mampu dia dapatkan,” ucap Clara tiba-tiba. Aku hanya mendengarkannya saja, aku diam. “Yang lebih menyakitkan, dia bukan hanya berfikir kalau dia mampu membeli cinta, tapi...” Clara kembali tertahan. “Harga diri gue.”
            Aku melirik wajah kelam Clara yang begitu pilu. Aku tahu bagaimana besar cinta Clara ke Edo. Namun aku juga tahu dengan apa yang Clara rasakan saat ini, mungkin lebih dari kecewa.
            “Dan yang ngebuat gue lebih nggak percaya, habis nonton dia malah ngajak gue happy-happy ke hotel. Ah,” sambung Clara penuh getir.
            Aku hanya diam mendengarkannya, aku tak mau banyak bertanya, karena mungkin  pertanyaanku hanya akan semakin menyiksa perasaan Clara. Tapi dari cerita Clara, setidaknya aku tahu, cowok kaya itu banyak nggak setianya. Dan aku, aku merasa bersalah karena pernah membandingkan Ryan dengan Edo, padahal Ryan jauh lebih menghargai wanita daripada Edo.
*****
Dan sore itu, Ryan mengajakku untuk makan di luar. Sesuatu yang jauh banget dari kebiasaan. Mungkin, selama kami pacaran, ini adalah kencan pertama kami. Ah, aku yang terlihat lebay..hehe
“Vi,” panggil Ryan lirih.
“Iya,” jawabku sembari meliriknya.
Ryan hanya diam saja, dia lalu mengambil sesuatu dari saku celananya. Ada kotak kecil yang dibukanya. Lalu menarik jemariku dan menyematkan sebuah cincin berlian di jari manisku.
            “Vi, maafin aku selama ini kalau aku nggak bisa jadi pacar yang baik buat kamu. Tapi aku janji, Vi, aku akan berusaha jadi suami yang baik buat kamu,” ucap Ryan yang menatap lekatku.

            Aku tak lagi mampu berkata apa-apa. Mungkin hanya air suci yang terjatuh dari sudut mataku yang mampu menjawab kejutan kecil ini. J